Hukum nikah di bawah umur
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak yang usianya belum mencapai yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. tentang Perkawinan yaitu pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun, tetapi dalam penulisan ini para pihaknya belum mencapai umur yang ditentukan. Pernikahan harus dapat dipertahankan oleh kedua belah pihak, agar dapat mencapai tujuan dari pernikahan tersebut. Dengan demikian, perlu adanya kesiapan dari kedua belah pihak baik secara sikis maupun fisik. Untuk menjembatani antara kebutuhan kodrati manusia dengan pencapaian esensi dari suatu perkawinan, Undan-gundang Perkawinan telah menetapkan dasar dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satunya yaitu yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. tentang Perkawinan yang berbunyi : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”
Ketentuan ini diadakan untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunanya, oleh karena itu dipandang perlu diterangkanya, batasan umur untuk perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan. Salah satu asas atau prinsip perkawinan yang ditentukan dalam Undang-undang Perkawinan, adalah bahwa calon suami istri itu harus telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus mencegah adanya perkawinan yang masih di bawah umur. Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Dalam konteks hak anak, sangatlah jelas seperti yang tercantum dalam Pasal 26 ayat 1 butir C UU No. 23 Tahun 2002. tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan anak usia dini.
Pada prespektif hak anak pencantuman kalimat tersebut merupakan keharusan yang harus menjadi perhatian bersama, hal ini disebabkan anak-anak yang terpaksa menikah dalam usia yang masih tergolong anak-anak dilihat dari aspek haknya sebagai anak, mereka akan terampas haknya, seperti hak bermain, hak pendidikan, hak untuk tumbuh berkembang sesuai dengan usianya dan pada akhirnya, adanya keterpaksaan untuk menjadi orang dewasa. Disisi lain, terjadinya perkawinan anak di bawah umur seringkali terjadi atas dasar faktor ekonomi (kemiskinan). Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, muncul suatu permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, yaitu hamil sebelum menikah. Dilihat dari faktor lingkungan atau faktor sosiologis yang terjadi saat ini semakin bebas, dalam hal pergaulan anak yang menyebabkan anak zina, yang mungkin dilatar belakangi oleh faktor intern dalam keluarga yaitu kurangnya pengawasan orang tua atau perhatian dan kasih sayang orang tua, terhadap anak maupun faktor ekstern yaitu dari faktor lingkungan atau faktor sosiologis, yang kurang baik yang menyebabkan anak terjerumus dalam pergaulan yang terlalu bebas.
Rumusan masalah.
Bagaimana pandangan hukum islam dan gender mengenai nikah bawah umur ?
Apa saja dampak perkawinan dibawah umur ?
Tujuan masalah.
Mengetahui bagaimana pandangan hukum islam dan gender mengenai nikah bawah umur ?
Mengetahui dampak pernikahan dibawah umur ?
Pandangan hukum islam dan gender mengenai pernikahan dini.
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan harus mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Tujuan perkawinan untuk menjaga kelangsungan hidup umat manusia, karena dengan menikah berarti seseorang telah membuka jalan untuk melestarikan keturunannnya. Berdasarkan tujuan ini, para pakar fikih mengharamkan perkawinan usia muda sebab perkawinan tipe ini telah menyimpang dari tujuan semula.
Sebelum melangsungkan perkawinan, maka diharuskan memenuhi beberapa syarat di antaranya pihak pria telah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun . Namun, dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) Pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut maka perkawinan yang dilangsungkan sebelum memenuhi persyaratan yang dimaksud dikategorikan sebagai perkawinan di bawah umur atau perkawinan usia muda, di mana perkawinan yang para pihaknya masih sangat muda dan belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam melakukan perkawinan. Dalam hal pernikahan di bawah umur, baik itu diistilahkan sebelum haid, dalam pandangan Islam sah, yang pandangan telah telah sepakat, bahwa seorang ayah yang menikahkan anak gadisnya yang masih kecil hukumnya mubah (sah) .
Imam Syafi’i dengan mazhabnya, memberikan hukum mubah (sah). untuk pernikahan yang melibatkan anak di bawah umur, dengan catatan apabilah anak tersebut telah dewasa dan mampu menentukan yang terbaik baginya, maka hak memilih (untuk melanjutkan pernikahan atau tidak) dikembalikan padanya atas pernikahnnya itu. Berdasarkan apa yang yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dibawah umur hukumnya mubah (sah). dalam hal ini diperbolehkan dalam Islam, dan dalam persyaratannya dapat dilihat bahwa Islam tidak mencantumkan pembatasan umur bagi mempelai pria dan wanita yang akan melakukan pernikahan. Ke-absahan pernikahan di mata hukum Islam dinilai ketika rukun dan syarat pernikahan sudah dipenuhi. Perkawinan tersebut harus ada persetujuan, dari kedua belah pihak calon mempelai secara suka rela tanpa ada paksaan dari pihak lain hal ini demi kebahagiaan hidup yang diinginkan dalam perkawinan tersebut, segala sesuatu yang akan dilaksanakan perlu direncanakan dahulu agar membuahkan hasil yang baik, demikian pula dengan hidup berkeluarga (perkawinan). Salah satu yang perlu direncanakan sebelum berkeluarga atau menikah adalah berupa yang pantas bagi seorang pria dan seorang wanita untuk melangsungkan perkawinan, karena perkawinan tersebut dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. Yang artinya : “Dari Abdullah bin Mas’ud r.a berkata,” Rasulullah saw. bersabda kepada kami, Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kalian sudah mampu berumah tangga, hendaklah menikah, karena menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan mata dan lebih dapat memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, ia harus berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu merupakan obat penahan nafsu baginya.” (Muttafaq’ Alaih)
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 bahwa Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung. sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan. Dan Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009. tentang Peradilan Agama bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Pegawai Pencatat Nikah adalah pegawai pencatat nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA). Di lingkungan peradilan agama dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan Undang-Undang.
Tingginya perkawinan anak di Indonesia mencerminkan masih tingginya ketidak setaraan gender. Banyak pernikahan bawah umur yang merugikan perempuan karena banyak kematian ibu hamil, banyak janda muda yang dhasilkan dari nikah dini yang merugikan terhadap perempuan. Dan ketidak berdayaan dan inferioritas perempuan dalam ekonomi akan menghalangi mereka untuk mendapatkan hak yang terbaik, bahkan untuk kesehatannya sendiri. Anak perempuan yang telah menikah juga menghadapi masalah dalam pendidikannya, Banyak perempuan yang melangsungkan pernikahan bawah umur kurangnya jiwa sosial.
Dampak pernikahan di bawah umur.
Dampak yang akan di timbulkan perkawinan tersebut dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur antara lain:
Dampak terhadap hukum
Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
UU No. 1 tahun 1974. tentang Perkawinan
Pasal 7 (1) UU No.1 Tahun 1974 : Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Pasal 6 (2) UU No.1 Tahun 1974 : Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
Dampak perilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia.Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan se-akan2 menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara ilegal akan menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan menjadi contoh bagi yang lain.
Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda
“Perkawinan dibawah umur” adalah perkawinan yang dilakukan sebelum mencapai usia sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam bahwa “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun”. Perkawinan yang dilakukan sebelum mencapai usia tersebut dikategorikan sebagai perkawinan di bawah umur13.
Jadi perkawinan dibawah umur adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita di mana umur keduanya masih dibawah batas minimum yang diatur oleh Undang-Undang dan kedua calon mempelai tersebut belum siap secara lahir maupun bathin, serta kedua calon mempelai tersebut belum mempunyai mental yang matang dan juga ada kemungkinan belum siap dalam hal materi.
Faktor penyebab terjadinya pelaksanaan kawin muda disebabkan oleh:
a. Pergaulan bebas
Adanya pergaulan bebas yang sudah sukar untuk dihindari. Adanya kawin lari dan hamil luar nikah yang terjadi, disebabkan karena adanya pergaulan bebas bagi muda-mudi yang sangat sulit dicegah. Sehingga hal sebenarnya yang sangat dikhawatirkan oleh orang tua pada akhirnya akan terjadi. Salah satu faktor terjadinya pergaulan bebas karena kurangnya perhatian orang tua, dalam hal ini menjadi penyebab utama terjadinya pergaulan bebas di Kecamatan Penrang Kabupaten Wajo, karena banyaknya orang tua yang memperlihatkan pada anaknya pertengkaran antara seorang Ibu dan Ayah sehingga anak tersebut tidak mampu memikul beban yang terjadi dalam keluarganya. Maka hal ini menjadikan seorang anak menjadi depresi yang ingin mencoba pergaulan di luar pantauan orang tua.
b. Faktor Kekeluargaan/Nazab
Faktor lain yang sangat mendasar dikalangan masyarakat untuk melaksanakan perkawinan usia muda adalah adanya sistem kekeluargaan atau kekerabatan. Sabagai masyarakat yang memiliki peradaban tersendiri, tentu merasa ragu jika mengawinkan anak-anaknya dengan orang lain yang tidak diketahui seluk-beluknya. Di samping itu juga, karena adanya keluarga yang menghendaki penyambungan keluarga yang sangat jauh menjadi lebih dekat lagi sehingga bagi mereka jika ada anak-anak yang untuk dikawinkan, maka mereka mengawinkan secepatnya tanpa memperhatikan bagaimana keadaan jiwa dan mental si anak tersebut, apakah sudah siap untuk mendirikan rumah tangga yang kekal dan damai, tentram atau belum.
c. Faktor Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
d. Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan harus mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Tujuan perkawinan untuk menjaga kelangsungan hidup umat manusia, karena dengan menikah berarti seseorang telah membuka jalan untuk melestarikan keturunannnya. Berdasarkan tujuan ini, para pakar fikih mengharamkan perkawinan usia muda sebab perkawinan tipe ini telah menyimpang dari tujuan semula.
Imam Syafi’i dengan mazhabnya memberikan hukum mubah (sah) untuk pernikahan yang melibatkan anak di bawah umur, dengan catatan apabilah anak tersebut telah dewasa dan mampu menentukan yang terbaik baginya, maka hak memilih (untuk melanjutkan pernikahan atau tidak) dikembalikan padanya atas pernikahnnya itu. Berdasarkan apa yang yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dibawah umur hukumnya mubah (sah) dalam hal ini diperbolehkan dalam Islam, dan dalam persyaratannya dapat dilihat bahwa Islam tidak mencantumkan pembatasan umur bagi mempelai pria dan wanita yang akan melakukan pernikahan. Keabsahan pernikahan di mata Islam dinilai ketika rukun dan syarat pernikahan sudah dipenuhi.
Dampak yang akan di timbulkan perkawinan tersebut dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur antara lain:
Dampak terhadap hukum, dampak biologis, dampak psikologis, dampak sosial, dan dampak perilaku seks menyimpang. Faktor penyebab terjadinya pelaksanaan kawin muda disebabkan oleh: Pergaulan bebas, faktor nasab, faktor ekonomi dan faktor pendidikan.
Daftar Pustaka:
Sudarsono, 2005, Hukum Perkawinan Nasional, cet. III , Jakarta : Rineka Cipta.
Nasir Bin Sulaiman Umar, Mencipta Rumah Tangga Bahagia Sejak Dini (Yogyakarta: PT. Absolute, 2002).
Kamal Muchtar, Hukum Perkawinan menurut UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
eprints.ums.ac.id › 04._BAB_I.pdf
eprints.walisongo.ac.id ›
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga), yang bahagia dan kekal berdasarkan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan usia muda merupakan perkawinan yang terjadi oleh pihak-pihak yang usianya belum mencapai yang dimaksud dalam Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. tentang Perkawinan yaitu pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita umur 16 tahun, tetapi dalam penulisan ini para pihaknya belum mencapai umur yang ditentukan. Pernikahan harus dapat dipertahankan oleh kedua belah pihak, agar dapat mencapai tujuan dari pernikahan tersebut. Dengan demikian, perlu adanya kesiapan dari kedua belah pihak baik secara sikis maupun fisik. Untuk menjembatani antara kebutuhan kodrati manusia dengan pencapaian esensi dari suatu perkawinan, Undan-gundang Perkawinan telah menetapkan dasar dan syarat yang harus dipenuhi dalam perkawinan. Salah satunya yaitu yang tercantum dalam Pasal 7 ayat (1) Undang-undang Nomor 1 Tahun 1974. tentang Perkawinan yang berbunyi : “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun dan pihak wanita mencapai umur 16 (enam belas) tahun.”
Ketentuan ini diadakan untuk menjaga kesehatan suami istri dan keturunanya, oleh karena itu dipandang perlu diterangkanya, batasan umur untuk perkawinan dalam Undang-undang Perkawinan. Salah satu asas atau prinsip perkawinan yang ditentukan dalam Undang-undang Perkawinan, adalah bahwa calon suami istri itu harus telah matang jiwa raganya untuk dapat melangsungkan perkawinan, agar dapat mewujudkan tujuan perkawinan secara baik tanpa berakhir pada perceraian dan mendapat keturunan yang baik dan sehat. Untuk itu harus mencegah adanya perkawinan yang masih di bawah umur. Di samping itu, perkawinan mempunyai hubungan dengan masalah kependudukan. Ternyata batas umur yang lebih rendah bagi seorang wanita untuk kawin, mengakibatkan laju kelahiran yang lebih tinggi jika dibandingkan dengan batas umur yang lebih tinggi. Dalam konteks hak anak, sangatlah jelas seperti yang tercantum dalam Pasal 26 ayat 1 butir C UU No. 23 Tahun 2002. tentang Perlindungan Anak menyebutkan bahwa orang tua berkewajiban dan bertanggung jawab untuk mencegah terjadinya perkawinan anak usia dini.
Pada prespektif hak anak pencantuman kalimat tersebut merupakan keharusan yang harus menjadi perhatian bersama, hal ini disebabkan anak-anak yang terpaksa menikah dalam usia yang masih tergolong anak-anak dilihat dari aspek haknya sebagai anak, mereka akan terampas haknya, seperti hak bermain, hak pendidikan, hak untuk tumbuh berkembang sesuai dengan usianya dan pada akhirnya, adanya keterpaksaan untuk menjadi orang dewasa. Disisi lain, terjadinya perkawinan anak di bawah umur seringkali terjadi atas dasar faktor ekonomi (kemiskinan). Sejalan dengan perkembangan kehidupan manusia, muncul suatu permasalahan yang terjadi dalam masyarakat, yaitu hamil sebelum menikah. Dilihat dari faktor lingkungan atau faktor sosiologis yang terjadi saat ini semakin bebas, dalam hal pergaulan anak yang menyebabkan anak zina, yang mungkin dilatar belakangi oleh faktor intern dalam keluarga yaitu kurangnya pengawasan orang tua atau perhatian dan kasih sayang orang tua, terhadap anak maupun faktor ekstern yaitu dari faktor lingkungan atau faktor sosiologis, yang kurang baik yang menyebabkan anak terjerumus dalam pergaulan yang terlalu bebas.
Rumusan masalah.
Bagaimana pandangan hukum islam dan gender mengenai nikah bawah umur ?
Apa saja dampak perkawinan dibawah umur ?
Tujuan masalah.
Mengetahui bagaimana pandangan hukum islam dan gender mengenai nikah bawah umur ?
Mengetahui dampak pernikahan dibawah umur ?
BAB II
PEMBAHASANPandangan hukum islam dan gender mengenai pernikahan dini.
Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan harus mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Tujuan perkawinan untuk menjaga kelangsungan hidup umat manusia, karena dengan menikah berarti seseorang telah membuka jalan untuk melestarikan keturunannnya. Berdasarkan tujuan ini, para pakar fikih mengharamkan perkawinan usia muda sebab perkawinan tipe ini telah menyimpang dari tujuan semula.
Sebelum melangsungkan perkawinan, maka diharuskan memenuhi beberapa syarat di antaranya pihak pria telah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun . Namun, dalam ketentuan Pasal 7 ayat (2) UndangUndang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyatakan dalam hal penyimpangan terhadap ayat (1) Pasal ini dapat meminta dispensasi kepada pengadilan atau pejabat lain yang ditunjuk oleh kedua orang tua pihak pria maupun wanita. Dengan demikian, berdasarkan ketentuan tersebut maka perkawinan yang dilangsungkan sebelum memenuhi persyaratan yang dimaksud dikategorikan sebagai perkawinan di bawah umur atau perkawinan usia muda, di mana perkawinan yang para pihaknya masih sangat muda dan belum memenuhi persyaratan-persyaratan yang telah ditentukan dalam melakukan perkawinan. Dalam hal pernikahan di bawah umur, baik itu diistilahkan sebelum haid, dalam pandangan Islam sah, yang pandangan telah telah sepakat, bahwa seorang ayah yang menikahkan anak gadisnya yang masih kecil hukumnya mubah (sah) .
Imam Syafi’i dengan mazhabnya, memberikan hukum mubah (sah). untuk pernikahan yang melibatkan anak di bawah umur, dengan catatan apabilah anak tersebut telah dewasa dan mampu menentukan yang terbaik baginya, maka hak memilih (untuk melanjutkan pernikahan atau tidak) dikembalikan padanya atas pernikahnnya itu. Berdasarkan apa yang yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dibawah umur hukumnya mubah (sah). dalam hal ini diperbolehkan dalam Islam, dan dalam persyaratannya dapat dilihat bahwa Islam tidak mencantumkan pembatasan umur bagi mempelai pria dan wanita yang akan melakukan pernikahan. Ke-absahan pernikahan di mata hukum Islam dinilai ketika rukun dan syarat pernikahan sudah dipenuhi. Perkawinan tersebut harus ada persetujuan, dari kedua belah pihak calon mempelai secara suka rela tanpa ada paksaan dari pihak lain hal ini demi kebahagiaan hidup yang diinginkan dalam perkawinan tersebut, segala sesuatu yang akan dilaksanakan perlu direncanakan dahulu agar membuahkan hasil yang baik, demikian pula dengan hidup berkeluarga (perkawinan). Salah satu yang perlu direncanakan sebelum berkeluarga atau menikah adalah berupa yang pantas bagi seorang pria dan seorang wanita untuk melangsungkan perkawinan, karena perkawinan tersebut dapat menundukkan pandangan mata dan memelihara kemaluan. Sebagaimana sabda Nabi Muhammad saw. Yang artinya : “Dari Abdullah bin Mas’ud r.a berkata,” Rasulullah saw. bersabda kepada kami, Wahai kaum muda, barangsiapa diantara kalian sudah mampu berumah tangga, hendaklah menikah, karena menikah itu lebih dapat menundukkan pandangan mata dan lebih dapat memelihara kemaluan. Dan barangsiapa belum mampu, ia harus berpuasa, karena sesungguhnya puasa itu merupakan obat penahan nafsu baginya.” (Muttafaq’ Alaih)
Sejak berlakunya Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2006 bahwa Peradilan Agama merupakan lingkungan peradilan di bawah Mahkamah Agung. sebagai pelaku kekuasaan kehakiman yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan, guna menegakkan hukum dan keadilan. Dan Undang Undang Nomor 50 Tahun 2009. tentang Peradilan Agama bahwa Peradilan Agama adalah peradilan bagi orang-orang yang beragama Islam. Pegawai Pencatat Nikah adalah pegawai pencatat nikah pada Kantor Urusan Agama (KUA). Di lingkungan peradilan agama dapat dibentuk pengadilan khusus yang diatur dengan Undang-Undang.
Tingginya perkawinan anak di Indonesia mencerminkan masih tingginya ketidak setaraan gender. Banyak pernikahan bawah umur yang merugikan perempuan karena banyak kematian ibu hamil, banyak janda muda yang dhasilkan dari nikah dini yang merugikan terhadap perempuan. Dan ketidak berdayaan dan inferioritas perempuan dalam ekonomi akan menghalangi mereka untuk mendapatkan hak yang terbaik, bahkan untuk kesehatannya sendiri. Anak perempuan yang telah menikah juga menghadapi masalah dalam pendidikannya, Banyak perempuan yang melangsungkan pernikahan bawah umur kurangnya jiwa sosial.
Dampak pernikahan di bawah umur.
Dampak yang akan di timbulkan perkawinan tersebut dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur antara lain:
Dampak terhadap hukum
Adanya pelanggaran terhadap 3 Undang-undang di negara kita yaitu:
UU No. 1 tahun 1974. tentang Perkawinan
Pasal 7 (1) UU No.1 Tahun 1974 : Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria sudah mencapai umur 19 tahun dan pihak wanita sudah mencapai umur 16 tahun.
Pasal 6 (2) UU No.1 Tahun 1974 : Untuk melangsungkan perkawinan seorang yang belum mencapai umur 21 tahun harus mendapat izin kedua orang tua.
Dampak biologis
Anak secara biologis alat-alat reproduksinya masih dalam proses menuju kematangan sehingga belum siap untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya, apalagi jika sampai hamil kemudian melahirkan. Jika dipaksakan justru akan terjadi trauma, perobekan yang luas dan infeksi yang akan membahayakan organ reproduksinya sampai membahayakan jiwa anak. Patut dipertanyakan apakah hubungan seks yang demikian atas dasar kesetaraan dalam hak reproduksi antara isteri dan suami atau adanya kekerasan seksual dan pemaksaan (penggagahan) terhadap seorang anak.
Dampak Psikologis
Secara psikis anak juga belum siap dan mengerti tentang hubungan seks, sehingga akan menimbulkan trauma psikis berkepanjangan dalam jiwa anak yang sulit disembuhkan. Anak akan murung dan menyesali hidupnya yang berakhir pada perkawinan yang dia sendiri tidak mengerti atas putusan hidupnya. Selain itu, ikatan perkawinan akan menghilangkan hak anak untuk memperoleh pendidikan (Wajar 9 tahun), hak bermain dan menikmati waktu luangnya serta hak-hak lainnya yang melekat dalam diri anak.
Dampak Sosial
Fenomena sosial ini berkaitan dengan faktor sosial budaya dalam masyarakat patriarki yang bias gender, yang menempatkan perempuan pada posisi yang rendah dan hanya dianggap pelengkap seks laki-laki saja.Kondisi ini sangat bertentangan dengan ajaran agama apapun termasuk agama Islam yang sangat menghormati perempuan (Rahmatan lil Alamin). Kondisi ini hanya akan melestarikan budaya patriarki yang bias gender yang akan melahirkan kekerasan terhadap perempuan.
Dampak perilaku seksual menyimpang
Adanya prilaku seksual yang menyimpang yaitu prilaku yang gemar berhubungan seks dengan anak-anak yang dikenal dengan istilah pedofilia.Perbuatan ini jelas merupakan tindakan ilegal (menggunakan seks anak), namun dikemas dengan perkawinan se-akan2 menjadi legal. Hal ini bertentangan dengan UU.No.23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak khususnya pasal 81, ancamannya pidana penjara maksimum 15 tahun, minimum 3 tahun dan pidana denda maksimum 300 juta dan minimum 60 juta rupiah. Apabila tidak diambil tindakan hukum terhadap orang yang menggunakan seksualitas anak secara ilegal akan menyebabkan tidak ada efek jera dari pelaku bahkan akan menjadi contoh bagi yang lain.
Penyebab Terjadinya Perkawinan Usia Muda
“Perkawinan dibawah umur” adalah perkawinan yang dilakukan sebelum mencapai usia sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Kompilasi Hukum Islam bahwa “Untuk kemaslahatan keluarga dan rumah tangga, perkawinan hanya boleh dilakukan calon mempelai yang telah mencapai umur yang ditetapkan dalam pasal 7 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 yakni calon suami sekurang-kurangnya berumur 19 tahun dan calon isteri sekurang-kurangnya berumur 16 tahun”. Perkawinan yang dilakukan sebelum mencapai usia tersebut dikategorikan sebagai perkawinan di bawah umur13.
Jadi perkawinan dibawah umur adalah perkawinan yang dilakukan oleh seorang laki-laki dan seorang wanita di mana umur keduanya masih dibawah batas minimum yang diatur oleh Undang-Undang dan kedua calon mempelai tersebut belum siap secara lahir maupun bathin, serta kedua calon mempelai tersebut belum mempunyai mental yang matang dan juga ada kemungkinan belum siap dalam hal materi.
Faktor penyebab terjadinya pelaksanaan kawin muda disebabkan oleh:
a. Pergaulan bebas
Adanya pergaulan bebas yang sudah sukar untuk dihindari. Adanya kawin lari dan hamil luar nikah yang terjadi, disebabkan karena adanya pergaulan bebas bagi muda-mudi yang sangat sulit dicegah. Sehingga hal sebenarnya yang sangat dikhawatirkan oleh orang tua pada akhirnya akan terjadi. Salah satu faktor terjadinya pergaulan bebas karena kurangnya perhatian orang tua, dalam hal ini menjadi penyebab utama terjadinya pergaulan bebas di Kecamatan Penrang Kabupaten Wajo, karena banyaknya orang tua yang memperlihatkan pada anaknya pertengkaran antara seorang Ibu dan Ayah sehingga anak tersebut tidak mampu memikul beban yang terjadi dalam keluarganya. Maka hal ini menjadikan seorang anak menjadi depresi yang ingin mencoba pergaulan di luar pantauan orang tua.
b. Faktor Kekeluargaan/Nazab
Faktor lain yang sangat mendasar dikalangan masyarakat untuk melaksanakan perkawinan usia muda adalah adanya sistem kekeluargaan atau kekerabatan. Sabagai masyarakat yang memiliki peradaban tersendiri, tentu merasa ragu jika mengawinkan anak-anaknya dengan orang lain yang tidak diketahui seluk-beluknya. Di samping itu juga, karena adanya keluarga yang menghendaki penyambungan keluarga yang sangat jauh menjadi lebih dekat lagi sehingga bagi mereka jika ada anak-anak yang untuk dikawinkan, maka mereka mengawinkan secepatnya tanpa memperhatikan bagaimana keadaan jiwa dan mental si anak tersebut, apakah sudah siap untuk mendirikan rumah tangga yang kekal dan damai, tentram atau belum.
c. Faktor Ekonomi
Perkawinan usia muda terjadi karena keadaan keluarga yang hidup di garis kemiskinan, untuk meringankan beban orang tuanya maka anak wanitanya dikawinkan dengan orang yang dianggap mampu.
d. Faktor Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan maupun pengetahuan orang tua, anak dan masyarakat, menyebabkan adanya kecenderungan mengawinkan anaknya yang masih dibawah umur.
BAB III
KESIM PULANMenurut Pasal 1 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan menyebutkan bahwa perkawinan adalah ikatan lahir bathin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami-isteri dengan tujuan membentuk keluarga atau rumah tangga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa. Perkawinan merupakan suatu peristiwa yang sangat penting dan harus mempersiapkan segala sesuatunya meliputi aspek fisik, mental, dan sosial ekonomi. Tujuan perkawinan untuk menjaga kelangsungan hidup umat manusia, karena dengan menikah berarti seseorang telah membuka jalan untuk melestarikan keturunannnya. Berdasarkan tujuan ini, para pakar fikih mengharamkan perkawinan usia muda sebab perkawinan tipe ini telah menyimpang dari tujuan semula.
Imam Syafi’i dengan mazhabnya memberikan hukum mubah (sah) untuk pernikahan yang melibatkan anak di bawah umur, dengan catatan apabilah anak tersebut telah dewasa dan mampu menentukan yang terbaik baginya, maka hak memilih (untuk melanjutkan pernikahan atau tidak) dikembalikan padanya atas pernikahnnya itu. Berdasarkan apa yang yang dijelaskan diatas dapat disimpulkan bahwa pernikahan dibawah umur hukumnya mubah (sah) dalam hal ini diperbolehkan dalam Islam, dan dalam persyaratannya dapat dilihat bahwa Islam tidak mencantumkan pembatasan umur bagi mempelai pria dan wanita yang akan melakukan pernikahan. Keabsahan pernikahan di mata Islam dinilai ketika rukun dan syarat pernikahan sudah dipenuhi.
Dampak yang akan di timbulkan perkawinan tersebut dari tinjauan berbagai aspek sangat merugikan kepentingan anak dan sangat membahayakan kesehatan anak akibat dampak perkawinan dini atau perkawinan di bawah umur antara lain:
Dampak terhadap hukum, dampak biologis, dampak psikologis, dampak sosial, dan dampak perilaku seks menyimpang. Faktor penyebab terjadinya pelaksanaan kawin muda disebabkan oleh: Pergaulan bebas, faktor nasab, faktor ekonomi dan faktor pendidikan.
Daftar Pustaka:
Sudarsono, 2005, Hukum Perkawinan Nasional, cet. III , Jakarta : Rineka Cipta.
Nasir Bin Sulaiman Umar, Mencipta Rumah Tangga Bahagia Sejak Dini (Yogyakarta: PT. Absolute, 2002).
Kamal Muchtar, Hukum Perkawinan menurut UU Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2006).
eprints.ums.ac.id › 04._BAB_I.pdf
eprints.walisongo.ac.id ›
Comments